Klenteng Poncowinatan



KLENTENG PONCOWINATAN
Klenteng bernama asli Zen Ling Gong terletak di jalan Poncowinatan di daerah Kranggan Kota Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta mengenalnya dengan sebutan Klenteng Poncowinatan karena letaknya di jalan Poncowinatan. Namun nama asli klenteng itu adalah Zhen Ling Gong.

SEJARAH
Sekitar tahun 1860-an di kawasan sebelah utara Tugu Yogyakarta ditetapkan sebagai kawasan penduduk tionghoa (de Chinese Bevolking) oleh Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Di atas Sultan ground (tanah keraton/milik sultan) yang diberikan itulah, orang tionghoa akhirnya mendirikan tempat peribadatan mereka yakni Kauw Lang Teng, yang kemudian mengalami perubahan penyebutan menjadi Klenteng yang berarti tempat mendidik orang. Sri Sultan HB VII memberikan tanah seluas 6.244 meter persegi kepada orang tionghoa yang kemudian digunakan untuk mendirikan Vihara atau Klenteng. Klenteng tertua yang terletak di utara Tugu Yogyakarta ini akhirnya sudah ada sejak tahun 1881.
Pada tahun 1907 orang tionghoa juga memikirkan pendidikan yang kemudian membangun sekolah modern tionghoa pertama di Yogyakarta di kawasan klenteng, dengan nama Tiong Hoa Hak Tong (THHT) yang menginduk pada Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia. Beberapa waktu setelah berdiri, sebagian kawasan klenteng dipinjamkan untuk Lembaga Pendidikan Independence Eksternal Kelenteng. Bangunan THHT ini berdiri di sebelah barat klenteng, sehingga di kawasan yang sejak tahun 1923 juga dikenal sebagai China Temple ini, kemudian terbagi menjadi tiga yaitu bagian tengah untuk rumah ibadah seluas 2.000 meter persegi, sebelah barat untuk sekolah seluas 1.200 meter persegi, sisanya untuk tempat olahraga dan kebudayaan.
Tahun 1940 THHT berhenti menggunakan asset gedung Kelenteng karena tidak mampu bersaing terhadap Holland Chinesche School (HCS). HCS ini adalah sekolah yang sengaja didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mematikan THHT yang kehadirannya dianggap telah membangkitkan rasa nasionalisme di tanah air. THHK akhirnya mengembalikan gedung kepada Klenteng dan menjadi asrama para hamba Klenteng. Masuknya tentara pendudukan Jepang ke bumi nusantara memaksa semua sekolah Belanda tutup, dan sebaliknya, mengijinkan sekolah Tionghoa untuk dibuka kembali. Aset Klenteng untuk kedua kalinya pun, dipinjamkan kepada Sekolah Rakyat Tionghoa Pertama Yogyakarta (Ri Re Zhong Hua Di Yi Xiao Xie, disingkat Di Yi Xiao) dikelola oleh Yayasan Pendidikan Chung Hwa Yogyakarta yang masih berstatus asing.
Pengelolaan sekolah berganti-ganti, sejak pemerintah Belanda mendirikan Holland Chinese School (HCS) yang kemudian melarang pengelolaan sekolah oleh etnis tionghoa. Terakhir, pada tahun 1970 pengelolaan sekolah dikuasai oleh Yayasan Budaya Wacana (YBW).

KEISTIMEWAAN
Klenteng Poncowinatan yang dikelola Yayasan Bhakti Loka ini memiliki keistimewaan yang mungkin tidak dimiliki Klenteng-klenteng lainnya. Klenteng Poncowinatan ini merupakan salah satu benda atau Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang dimiliki Kota Yogyakarta yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.07/PW.007/MKP/2010, yang ditanda tangani Menteri Kebudayaan dan Pariwsata Jero Wacik. Klenteng Poncowinatan ini adalah tinggalan sejarah dan purbakala yang harus tetap dilindungi dan dilestarikan termasuk lingkungan sekitarnya.
Setiap Tahun Baru Imlek dan hari-hari keagamaan bagi orang tionghoa, Klenteng ini selalu ramai dikunjungi umat baik yang ada di Yogyakarta maupun dari luar Yogyakarta. Klenteng ini juga menarik perhatian wisatawan, lantaran termasuk salah satu bangunan tua di Yogyakarta. Beberapa pihak mengusahakan klenteng ini ditetapkan sebagai kawasan heritage alias benda cagar budaya.
Setiap Imlek tiba, Klenteng Poncowinatan ini juga dalam tradisinya menggelar tumpengan merah putih yang didoakan bersama-sama. Tumpengan merah putih ini digelar untuk mendoakan bangsa dan negara Indonesia dan kemakmuran umat di seluruh dunia. Yang unik adalah perayaan Imlek yang selama ini selalu identik dengan ragam tradisi dari tanah leluhur etnis Tionghoa di China atau Tiongkok, tidak terjadi di Klenteng Poncowinatan ini. Suasana berbeda di setiap perayaan Imlek di kelenteng Poncowinatan ini adalah hadirnya nuansa adat Jawa. Perayaan dan kegiatan mempersembahkan rasa syukur menyambut tahun baru berhias juga dengan hadirnya tumpeng. Aroma akulturasi tradisi Imlek dengan nuansa Jawa juga sangat terasa ketika ratusan warga duduk di meja panjang untuk makan bersama usai memanjatkan doa.

LOKASI
Klenteng Poncowinatan ini berada di Jalan Poncowinatan 16, depan Pasar Kranggan Yogyakarta.

AKSES
Untuk berkunjung ke Klenteng Poncowinatan ini sangatlah mudah karena bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun dengan kendaraan umum. Dari Tugu Yogyakarta, Anda bisa menuju ke arah Utara yakni masuk ke Jalan AM Sangaji, beberapa meter dari Tugu Anda bisa berbelok ke barat menuju Pasar Kranggan, tak jauh dari situ Anda bisa langsung menemukan Klenteng Poncowinatan yang berada di Utara jalan.
Kondisi Jalan Poncowinatan ini memang selalu ramai dan hanya satu arah, mengingat padatnya aktivitas pasar yang selalu banyak dikunjungi orang setiap harinya. Memasuki kawasan ini Anda harus ekstra hati-hati karena banyak pedagang yang menggelar dagangannya hingga ke badan jalan.

HARGA
Jika pengunjung ingin datang ke Klenteng Poncowinatan, Anda tidak dikenakan biaya rtiket masuk. Bagi pengunjung etnis tionghoa atau yang beragama Budha, Anda bisa menjalani doa dan mengikuti sejumlah kegiatan keagamaan.

AKOMODASI DAN FASILITA
Memasuki kawasan Klenteng Poncowinatan ini, Anda pasti akan menemukan ornamen-ornamen khas Cina, selain tersedia tempat untuk berdoa, di Klenteng ini juga terdapat beberapa kursi dan bantal duduk yang bisa digunakan untuk berdoa di lantai.
Area parkir yang luas pun ada di Klenteng ini yang setiap harinya dijadikan sebagai lahan parkir untuk masyarakat yang berkepentingan belanja di Pasar Kranggan yang berada di depan Klenteng ini.